Senin, 30 Juni 2008

HP Menjengkelkan

HP (nan) Menjengkelkan


Andai aku tidak hidup di zaman sekarang ini, mungkin aku tidak ikut jengkel dengan perkakas yang satu ini. Bentuknya tidak seberapa. Digenggam saja terkadang tidak kentara. Memang boleh dibilang manfaatnya luar biasa. Tapi giliran perkakas ini digunakan di saat yang tidak tepat, membuat orang yang berada di sekelilingnya menjadi sewot mendengarnya. Apa gerangan perkakas tersebut ? Hand Phone !! Alias HaPe.
Sebagian orang mendewakan HP. Mereka bilang tidak bisa hidup tanpa HP. Sebagian lainnya mengatakan HP sudah menjadi ukuran gaya hidup seseorang. Semakin mahal dan semakin modern HP yang dipakai, semakin aneh-aneh fitur yang dimuat di HP, berarti semakin tinggi derajat orang tersebut. Ah, terlalu naif menurutku jika sampai ada yang ’memperlakukan’ HP sampai seburuk itu.
Pasalnya, berkali-kali saya dan mungkin orang lain juga dibuat jengkel oleh pemakai HP yang tidak tahu diri. Lihat saja imam sholat. Pak Imam shalat sekarang mendapat tugas baru mengingatkan jama’ahnya mematikan HP saat solat akan dimulai. Karuan saja semakin repot. Alih-alih mengingatkan supaya HP dimatikan, perintah lurus dan merapatkan shaf saja sepertinya tidak digubris. Akibatnya apa, saat sholat berlangsung, bunyi tat..tit..tut.., nada dering yang norak-norak tetap saja ramai bersahut-sahutan. Huh..! dasar tidak tahu diri. Kapan kita punya waktu khusuk menghadap Ilahi kalau saat salat diganggu dengan suara HP. Padahal peringatannya sudah ditempel mulai dari masuk ruang solat, ditempel ditembok atau kaca pintu masuk masjid ataupun musholla. Tapi tetap saja tak dihiraukan.
Itulah jengkel saya yang pertama. Yang tidak bisa saya terima meskipun dibantah dengan segudang alasan apapun. Sebab, apa susahnya kalau mematikan atau tidak membawa HP saat masuk ruang solat. Seberapa penting waktu yang cuma 5 sampai 10 menit tanpa memegang dengan HP. Mustahil kalau bilang tidak bisa!
Jengkel saya yang kedua terjadi saat mengikuti acara formal seperti seminar atau diskusi. Beberapa kali saya temui narasumber yang tidak sopan dengan audien. Misalnya saat dia memberikan presentasi tiba-tiba dihentikan oleh si kotak kecil hitam (atau apalah warnanya) di hadapannya berbunyi tat..tit..tut..Betapa semakin jengkelnya saya ketika dia justru menjawab panggilan itu. Lebih menyakitkannya lagi jawabannya panjang dan disertai heha hehe…ketawa-ketiwi..Lebih sontoloyonya lagi, dia bangga dan memberi tahu kepada audien bahwa yang telpon tadi pejabat atau orang hebat. Huh..emang guwe pikirin..!! mau presiden sekalian kek tetap saja kamu norak. Begitu jawabku dalam hati sambil dongkol. Sementara orang-orang di sampingku saling memandang. Ada yang menggeleng-gelengkan kepala. Tanda senang..?!! Saya yakin pasti mereka juga muak.
Jengkel saya berikutnya ketika melihat pemakai jalan menempelkan HP di kupingnya sambil ngomong sendiri. Tidak peduli yang jalan kaki menyebrang, mengendarai sepeda motor sampai yang jalan kaki di pedestrian, kalau yang pakai mobil tingkat jengkelnya dibawahnya sedikit. Semuanya pernah saya jumpai dan membuat saya gedeg.
Sudah tahu kalau sedang nyebrang jalan kok perhatiannya kepada pembicaraan di HP. Apa dia punya nyawa sepuluh..?! Ditabrak mati satu, lalu yang lain menggantikan..?! Begitu juga yang jalan kali di pedestrian. Saya pernah ditabrak dan diinjak kaki saya sama orang yang sedang main game di HP. Dua tangan pegang HP sambil pecengas pecengis tiba-tiba bruk nabrak saya. Gimana tidak mau marah. Begitu juga dengan pengendara sepeda motor. Mereka lebih edan lagi. Sudah puter balik tidak nyalain lampu sen, tangannya sambil pegang HP. Dibilangin malah balik memarahi saya. Oalah...bocah gembluuuungg....
Huh..!! memang zaman modern benar-benar menguji kesabaran hati kita. Mau tidak mau kita dipaksa orang lain untuk memahami keinginan mereka. Padahal sebenarnya ukuran kewajarannya sudah tidak pantas lagi diberi toleransi. Seperti perasaan jengkel saya ketika menemui pemakai HP yang tidak pada tempatnya tadi. Saya merasa jengkel seperti itu ’halal’ hukumnya. Alias sah-sah saja.
Sebab, apa susahnya barang sejenak memisahkan diri dari belenggu HP. Toh tidak akan menganggu aktifitas kita. Bahkan justru memberi sikap elegan kepada kita yang tampil apa adanya.

2 komentar:

kang ilo mengatakan...

HaPe nya nggak bisa diem kayak orangnya kali ya.
Ato orangnya nggak bisa bungkam kayak HaPe nya????
Halah...

nooraflah mengatakan...

Padahal beli pulsa sekarang sudah menjadi kebutuhan primer..
Jadi nambah pos pengeluaran rutin, deh...

Gak usah pake hp aja kali ye..
biar tentrem dan gak diburu-buru..dan gak nambah pengeluaran

hehe...