Senin, 24 November 2008

Ingin Sehat, Kunyahlah Hingga Lembut

Kunyahlah Hingga Lembut

Perut kita ibarat waduk. Menampung semua makanan dan minuman yang masuk. Tak peduli manis, asem, asin atau bahkan pahit. Selama bisa melewati tenggorokan berarti akan ditampung di perut. Karenanya harus hati-hati dengan urusan perut.


Tanpa diminta, dengan sendirinya, segala makanan yang masuk akan digiling oleh perut kita. Baik di saat tidur maupun jaga, pencernaan kita akan terus bekerja. Tahu-tahu sudah jadi energi penyuplai tenaga bagi tubuh kita.


Ibarat mesin, pencernaan akan terus bekerja. Selama nyawa masih di kandung badan, pencernaan tak pernah berhenti menggiling makanan di perut. Tak peduli yang lunak maupun yang keras, semua akan dilumat oleh pencernaan kita.

Tapi bagaimanapun juga, organ tubuh kita butuh istirahat. Butuh sejenak behenti dari ‘pekerjaan menggiling’, meskipun tidak berhenti total (karena selama masih hidup berarti masih terus menggiling). Ini dimaksudkan untuk relaksasi. Mesin saja butuh istirahat, apalagi organ tubuh kita (kecuali detak jantung, pemompa darah).
Karenanya bagi umat Islam diharuskan puasa. Ibadah puasa akan memberi dampak positif bagi kesehatan tubuh kita. Oleh karenanya bagi yang bisa merasakan manfaat puasa bagi kesehatan, pasti akan semangat menjalankannya, meskipun puasa sunnah.


Bagi yang ‘males puasa’ ada tips lain yang juga bagus buat kesehatan kita. Yaitu, kunyahlah makanan Anda hingga lembut. Makanan yang dikunyah hingga lembut akan membantu proses penggilingan. Usus yang menggiling makanan akan terbantu dalam bekerja.

Rasulullah memerintahkan kita agar jangan tergesa-gesa menelan makanan. Kunyahlah terlebih dahulu hingga lembut. Paling tidak 33 kali kunyahan..(ha..). Upss..!! Jangan kaget dulu. Itu hitungan yang ideal. Kalaupun toh belum bisa sebanyak itu, minimal sudah mengunyah sampai lembut. Yang pasti setelah saya coba, kunyahan 5-10 kali itu belum lembut.

Ambil contoh begini, nasi yang kita kunyah 5-10 kunyahan, (maaf) coba kita keluarkan lagi. Tak perlu banyak-banyak. Cukup seujung lidah. Pasti buliran nasinya masih utuh. Itu artinya belum lembut. Lalu buanglah nasi yang dikeluarkan tadi dan teruskan mengunyah makanan yang ada di mulut hingga (terasa) lembut.
Ulangilah kebiasaan ini setiap Anda makan. Apa saja jenis makanannya. Terutama saat makan nasi. Rasakanlah manfaatnya bagi kesehatan perut. Perut Anda akan terasa ringan. Tidak ada rasa mengganjal di lambung mekipun saat kenyang. Bagi perut buncit (seperti saya) akan terasa biasa. Bahkan jika diniatkan untuk menjalankan sunnah rasul maka Anda dapat pahala. Bahkan dua pahala. Pahala makan untuk beribadah dan mengunyah makanan hingga lembut.


Oleh karena itu, perhatikan urusan makanan Anda. Ingat sabda Nabi ‘Perut adalah Sumber Segala Penyakit’
Selamat mencoba dan mendapatkan manfaatnya..!

Rabu, 19 November 2008

Berebut Hak di Jalan

Berebut Hak di Jalan

Lagi-lagi soal rebutan hak bagi para pengguna jalan. Siapa lagi pelakunya kalo bukan ‘Jagal Jalan’ alias sepeda motor. Kejadian pagi tadi bukan sesama sepeda motor tapi dengan pejalan kaki. Menurutku, jelas jomplang. Kalau ‘Jagal’ dengan ‘Jagal’ mungkin agak sebanding. Tinggal Jagal mana yang ngototnya lebih kencang, gertakannya lebih dahsyat dan ba bi bu-nya tok cer maka dia bisa menang. Tapi dengan syarat dia pada posisi benar, saya bisa maklum, sebab ini Ibu Kota, men..!. (kata judul di film, lebih kejam daripada ibu tiri). Siapa pintar dan benar maka dia tidak akan diinjak-injak haknya.
Tapi, karena kejadian tadi pagi benar-benar ulah ‘Jagal Jalan’ yang biadab, maka kekesalan itu terpaksa saya tumpahnya di blog ini.
Ceritanya begini, di Jl. Sisingamangaraja Jaksel arah ke Bunderan Patung Olah Raga, di situ selalu macet. Bukan hanya karena traffic light, tapi volume kendaraan memang cukup tinggi. Ini disebabkan pertemuan antara kendaraan dari arah Blok M & dari arah Pakubuwono.
Saling serobot sesama Jagal Jalan tak bisa dihindari. Bahkan saling serobot sesama roda 4 menuju jalur cepat juga kerap terjadi. Siapa gesit mencari celah maka selangkah dua langkah akan bisa mendapat tempat di depan. Uji nyali dan kendali emosi harus menjadi benteng bagi Jagal lain yang merasa didahului. Suasana seperti ini tak bisa dihindari. Karenanya butuh kesabaran ekstra ketat. Kita maklum, selama si Jagal yang gesit mencari celah dianggap tidak reseh dan masih dalam batas wajar, ya silakan saja. Kata stiker di spakbore belakang ‘Monggo Silakan Nyalip’. Ini pertanda Sesama Jagal Boleh Saling Mendahului.
Tapi yang membuat saya dan Jagal lain dongkol bahkan ingin ikut membantu nampar mukanya, adalah sikap Jagal yang mengambil hak-nya pejalan kaki di trotoar. Trotoar yang disediakan bagi pejalan kaki, di Jakarta, sering berubah fungsi. Bukan saja menjadi jalan bagi si Jagal, tapi kadang berubah menjadi tempat parkir, lapak kali lima bahkan untuk tambal ban.
Sepertinya, pejalan kaki tadi pagi orangnya santai. Tak terusik dengan hiruk pikuk kemacetan di sampingnya. Merasa berada di jalan yang benar, dia tidak menggubris klakson bersahutan di belakangnya. Alih-alih memberi celah bagi si Jagal untuk mendahuluinya, menoleh ke belakang pun tidak.
Beberapa Jagal yang sadar akan hak si pejalan kaki, lalu tahu diri. Mereka kembali ke jalan yang benar. Turun ke jalan raya dan memberi kesempatan pejalan kaki untuk menggunakan haknya.
Dua sampai lima kendaraan tahu diri. Dalam hatiku mereka cukup dewasa. Baik berfikir maupun berbuat. Hingga akhirnya dia mau kembali ke jalannya dan memberi hak pejalan kaki. Tapi tiba-tiba ada selonong boy memaksakan diri. Klakson dibunyikan berkali-kali. Bahkan terus menjejalkan kuda besinya ke sebelah kanan si pejalan kaki yang sempit. Merasa terusik, pejalan kaki tadi jengkel naik pitam. Dia berhenti dan membalikkan badan. Sepertinya pasang kuda-kuda ingin melakukan sesuatu. Akhirnya, prak…!! Tangan pun melayang ke (helm) kepala si Jagal.
Si Jagal tidak terima. Dia ingin membalas. Sambil membuka helm kuda besinya di standarkan. Ia mendekati pejalan kaki yang menamparnya. Begitu melihat wajah si Jagal masih belia, beberapa jagal lain berhenti melerai. Si Jagal yang masih ‘ingusan’ tadi dipegang tangannya oleh yang melerai. Ia dinasehati. Beberapa Jagal yang simpati kepada pejalan kaki, justru ikut membantu mengomeli bocah ingusan tadi. Satu di antaranya, nyelonong tanpa basa basi. Dia langsung meludah ke muka si bocah tadi. Juh……!!! Langsung pergi.
Sebetulnya saya ingin ‘berpartisipasi’ untuk meludahi, tapi kesempatan itu sudah didahului orang lain. Yah, cukuplah orang lain yang berbuat. Karena sering kali saya dijengkelkan dengan ulah-ulah seperti itu dan hingga mengusik saya ingin meludahi si Jagal brengsek.
Itulah kondisi pengguna jalan di Jakarta. Yang sebetulnya masing-masing sudah diberi hak dan sudah diatur lajurnya sedemikian rupa. Supaya pengguna jalan berada di trek yang sebenarnya.