Minggu, 14 Desember 2008

Kecewa

Kecewa

Pernahkah Anda kecewa ? Pasti setiap orang pernah mengalaminya. Termasuk juga saya. Pekan lalu saya mengalami kekecewaan yang luar biasa. Mengalami suatu perasaan tidak senang, tidak puas bahkan marah karena tidak dapat menggapai harapan. Harapan yang sudah saya diidam-idamkan sejak lama. Harapan yang bukan sekedar keinginan. Tapi harapan yang sudah mengkristal menjadi cita-cita saya sejak 5 tahun lalu. Harapan yang nantinya akan menjadi amunisi bagi senjata kehidupan saya sekeluarga.

Ugh…!! Sakit luar biasa hati ini bila mengingat kejadian itu. Namun karena aku harus tetap tegar menghadapinya, rasa kecewa itu terpaksa ku simpan rapat-rapat. Ku bungkus rapi dengan senyuman. Ku kubur di relung hati yang paling dalam. Biar tidak kelihatan oleh siapapun. Termasuk istri dan keluargaku. Padahal namanya juga manusia, setegar apapun menghadapi kekecewaan apalagi jenis kecewanya amat sangat mendalam, biasanya terpancar di wajah. Minimal wajahnya kelihatan murung. Cemberut. Untungnya saat mengaca, raut wajahku tak cemberut-cemberut amat.

Hanya mungkin saat itu, orang lain melihat wajah saya seperti orang bingung. Bibir masih bisa bicara dan tersenyum. Mulut bisa tertawa. Tapi senyum dan tawa yang dibelenggu. Senyum dan tawa yang tidak lepas dan tidak dikehendaki oleh hati, tapi senyuman yang masih ditekan oleh emosi dan pikiran. Hingga terlihat mbetotot dan tidak karuan.

Lepas dari hadapan keluarga, - karena harus kembali ke tempat kerja di perantauan -, pengaruh kecewa itu baru terasa. Pikiran saya tidak fokus. Kepala rasanya berputar-putar. Berjalan seperti melayang. Bangun tidur sempoyongan. Pegang sendok makan tanganku bergetar. Meletakkan gayung air di kamar mandi selalu jatuh. Saat sikat gigi, gusiku justru tertusuk. Pokoknya, gerak motorik saya sepertinya tidak dikehendaki oleh otak. Duh, aneh!

Itu berjalan hampir satu minggu. Beruntung masih bisa mengendarai sepeda motor berangkat dan pulang kerja sejauh 25 KM. Bersyukur masih bisa menjalankan kewajiban mencari nafkah. Anehnya, kalau dibuat kerja dan menulis di depan komputer, malah jadi sembuh. Tapi lepas dari komputer, semua rasa aneh di tubuhku kembali menyerang.

Sempat beberapa kali teriak sekencang-kencangnya di dalam bak air kamar mandi sebagai terapi psikis depresi, tetapi tetap tidak bisa menghilangkan rasa kecewa itu.

Bawang putih yang biasa menjadi andalan obat sakit kepalaku, kini tak mampu lagi menggempur rasa aneh di kepalaku. Paramex yang kadang-kadang kujadikan cadangan, juga ora kroso. Olah pernafasan perut yang menjadi aji-aji pamungkas, juga mental. Tayangan humor tivi, bacaan buku penyemangat jiwa dan semuanya sudah saya coba, tapi nggak ngefek sama sekali. Semuanya nihil. Wiridan solawat dan asmaul khusna memang bisa mengurangi, tapi cuma sebentar. Kumat lagi saat berhenti...

Wah, mosok saya jadi stres gara-gara kecewa. Kan nggak lucu...Sesekali akal sehatku berbicara seperti itu..

Tapi alhamdulillah, seiring berjalannya waktu, bersamaan dengan pertolongan Allah yang kupinta setiap kali usai sholat, sedikit demi sedikit rasa aneh itu berangsur menjauh. Benteng iman di hatiku alhamdulillah masih kuat. Sehingga tak sampai berbuat di luar kendali. Sekarang saya yakin, bahwa semua itu pasti ada hikmahnya. Apalagi Allah tidak akan memberi cobaan di luar batas kemampuan hamba-Nya.

Tidak ada komentar: