Kamis, 21 Agustus 2008

Krisis Kepemimpinan

Krisis Kepemimpinan

Hidup adalah perbuatan....
Indonesia pernah menjadi macan Asia...

Dan...
Masih banyak lagi jargon politik dan sesumbar anak bangsa yang kini akrab menghiasi layar kaca televisi kita. Masing-masing kita pasti berbeda dalam menyikapi tayangan yang berbau kampanye itu. Ada yang terpesona, terpedaya, tertarik, manggut-manggut terbujuk, padahal pada gilirannya nanti dia akan tertipu...
Saya sendiri makin lama makin muak melihat tayangan-tayangan seperti itu. Apalagi akhir-akhir ini semakin tambah wajah-wajah baru yang nongol di televisi sambil berbicara bagai seorang pahlawan yang ingin menyelamatkan bangsa ini.

Padahal masyarakat kita sudah banyak yang tahu siapa sebenarnya dia. Seperti apa track record-nya. Tapi mereka tetap saja tidak merasa malu mengajukan diri sebagai calon pemimpin bangsa ini.

Kondisi seperti ini jelas menunjukkan bahwa bangsa ini sedang mengalami krisis kepemimpinan. Empat kali ganti presiden ternyata belum menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Sepuluh tahun masa reformasi, masih saja tidak bisa membawa perubahan yang signifikan. Karenanya, pelaksanaan pemilu 2009, dianggap oleh mereka yang punya ambisi menjadi pemimpin, sebagai moment paling tepat untuk berperan sebagai ’satrio piningit’ penyelamat bangsa ini. Padahal, sudah banyak fakta menunjukkan bahwa masyarakat kita belum menemukan sosok pemimpin yang ideal yang mampu memimpin negeri ini. Terbutki dalam kurun waktu 10 tahun dan sudah dijalani empat presiden tetap saja negeri ini carut marut. Begitu juga dengan pelaksanaan pilkada di berbagai daerah ternyata masih dominan untuk tidak memilih alias golput.

Dalam konsep kepemimpinan, seorang pemimpin harus mempunyai prilaku yang mampu memotivasi orang lain (dengan cara apa saja) untuk tujuan tertentu, dan motivasi itu harus dapat merangsang dan menjadi pendorong kreatif untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dan dirumuskan dengan baik. Seorang pemimpin harus mampu memobilisir orang sekaligus mampu bekerja.

Seperti kepemimpinan yang dijalankan oleh Baginda Nabi Muhammad saw. Beliau pemimpin yang patut dijadikan suri tauladan bagi siapapun. Bagi pemimpin negara, pemimpin perang maupun pemimpin rumah tangga. Nabi bukan hanya memimpin tapi juga bekerja. Beliau juga sebagai da’i, mengajak dan menggerakkan masyarakat, memimpin dan membuat perencanaan strategis untuk membangun masyarakat madani, institusi negara, mengelola, memelihara serta mengembangkannya. Walaupun semua gerak langkah dan aktifitas Nabi diilhami oleh kalimat suci “wa maa yanthiqu ‘anil hawa In huwa illa wahyu yuha (QS 53 An-Najm:3), tapi jelas-jelas kepribadiannya komplit menjadi seorang pemimpin. Nabi disebut sebagai workleader (pemimpin-kerja), sebuah istilah yang menggabungkan pekerjaan dan kepemimpinan sedemikian rupa sehingga mencerminkan hakikat yang sesungguhnya dari kepemimpinan yang efektif.

Pola kepemimpinan Nabi sangat konsisten dalam perilaku pemimpin-kerja, yaitu beliau sangat arif dan mengetahui bagaimana “mengatakan hal yang tepat” kepada orang yang tepat pada saat yang tepat, yang bisa diselesaikan dengan baik, tepat waktu dan sesuai dengan anggaran dana yang tersedia. Beliau juga mengungkapkan diri mereka melalui tindakan mereka (lisanu al-hal) dan dengan bahasa yang dipahami oleh siapa yang diajak berinteraksi dengan mereka (bi lisani qaumihi, wa bi qadri ‘uquulihim). Nabi menguasai seni percakapan dengan tindakan dan ucapan / workleading (bekerja sekaligus memimpin) yaitu ilmu seni kepemimpinan, yang meretas mitos bahwa pemimpin itu dilahirkan bukan dijadikan, tetapi kenyataan membuktikan bahwa setiap orang bisa belajar menjadi pemimpin-kerja.

Itulah sosok pemimpin yang sempurna dan ideal. Andai saja saat ini ada sosok anak bangsa yang meskipun belum sepenuhnya kriterianya sama seperti kriteria kepemimpinan yang dimiliki Nabi, namun hampir mendekati kriteria seperti itu, mungkin warga negara ini akan memilih dia sebagai pemimpin meskipun tanpa promosi di televisi.



Tidak ada komentar: